albanxcv: 2013

Saturday 26 October 2013

Save Calligraphy Posters

    Calligraphy, once a vital part of cultures throughout Asia, is now a dying art. Qalamkaari Creative Calligraphy Trust in Delhi, India, is working to reverse this course by organizing international exhibitions, encouraging calligraphers to create new work and inspiring a younger generation to embrace the art. This poster series for the trust’s Qalam Aatma Calligraphy Festival, created by Ogilvy & Mather’s New Delhi office, communicates the urgency of the need to preserve the ancient art by creating a visual analogy between calligraphy and endangered animal species, whose threatened existence is already well understood.

 
   For the text that forms the images, art director Nasheet Shadani chose popular couplets in three different languages: Urdu for the tiger, Malayalam for the rhinoceros, and Oriya for the panda. Each couplet expresses praise for the script in which it is written.

   The ingenuity and artistry of the campaign attracted 21 working calligraphers, who exhibited work in 15 different languages. It also brought plenty of newcomers to the craft, with upwards of 25 people participating in every workshop during the festival.
Nasheet Shadani, art director; Ajay Gahlaut/Riazat Ullah Khan/Nasheet Shadani, writers; Preeti Koul Chaudhry, creative director; Ajay Gahlaut, executive creative director; Mushtaq Ahmad/Srikant Behera/Nasheet Shadani (New Delhi, India), calligraphy; Ogilvy & Mather, New Delhi (Gurgaon, India), ad agency; Qalamkari Creative Calligraphy Trust, client. 

Monday 21 October 2013

Art Nouveau, Gambaran Keindahan Floral

Art Noveau adalah sebuah aliran seni yang memiliki gaya dekoratif tumbuhan (flora) yang liuk-liuk. Aliran ini muncul pertama kali muncul di Eropa dan Amerika pada tahun 1819 hingga menjelang perang dunia pertama (1914). Art Noveau berasal dari sebuah toko di Paris yang dibuka tahun 1895 oleh Stegfried Bing. Di Eropa aliran ini menggunakan beberapa nama, diantaranya: Jugendstill (Jerman), Vinna Secession (Austria), Stile Liberty (Italia), Modernista (Spanyol) dan Glassgow School (Inggris) seperti yang telah disebutkan di atas.
Hal tersebut di atas, juga dijelaskan dalam web http://www.artchive.com/ artchive/ art_nouveau.html., yaitu “An international style of decoration and architecture which developed in the 1880s and 1890s. The name derives from the Maison de l’Art Nouveau, an interior design gallery opened in Paris in 1896, but in fact the movement had different names throughout Europe. In Germany it was known as ‘Jugendstil’, from the magazine Diejugend (Youth) published from 1896; in Italy ‘Stile Liberty’ (after the London store, Liberty Style) or ‘Floreale’; in Spain ‘Modernista’, in Austria ‘Sezessionstil’ and, paradoxically, in France the English term ‘Modern Style’ was often used, emphasizing the English origins of the movement.
Pada masa gerakan Art Nouveau, ada seorang tokoh bernama Louis Sullivan (1856-1924) melontarkan slogannya “Form Follows Function” yang mengandung maksud bahwa semua bentuk harus ada fungsinya dan tahun 1897 Adolf Loos dengan kata-katanya “makin rendah tingkat budaya suatu bangsa, makin meriahlah ornamentasinya”. Karena itu di kemudian hari seni dan arsitektur menjadi satu dalam madzab Bauhaus, maka baik seni lukis maupun seni bangunan dalam naungannya berusaha untuk menjadi sesederhana mungkin (Soedarso SP, 1990: 68).
Gerakan Art Nouveau muncul pada awal abad 20 di negara-negara Eropa seperti Belanda, Belgia dan Jerman. Gerakan Art Nouveau tidak seperti Art & Craft yang memusuhi mesin, gerakan ini lebih merupakan seni terapan pada awalnya. Wujud desainnya seperti sejenis flora aneh atau organisme yang hidup. Berupa bentuk-bentuk yang mengalun, meliuk, berdenyut, menggeliat dan sebagainya, yang kadang tidak menggambarkan apapun. Bentuk bangunannya memperlihatkan keterpaduan antara hiasan dan struktur, strukturnya sendiri terkesan dekoratif. http://www.geocities.com/ sta5_ar530/data/01renaisanspurna.htm.
Nilai lebih yang dimiliki Art Nouveau adalah keinginan untuk menerima mesin (sehingga antisipasi kuantitas produksi menjadi teratasi) serta menerima craft sebagai bagian pula. Hanya saja, setiap gerakan biasanya memiliki kekurangan, dan demikian pula halnya dengan Art Nouveau. Salah satunya adalah pergesekan antara sisi estetika dengan fungsionalitas, terutama berkaitan dengan bahan yang digunakan (semacam structure vs decoration). Misalnya penggunaan bahan-bahan yang terbuat dari baja yang baik secara struktur tetapi menyulitkan secara dekorasi, terutama terkait dengan masalah besarnya dana yang harus dikeluarkan (secara sederhana: ignoring the characters of element). Terkadang sebuah bentuk arsitektur yang begitu indah tetapi ditempatkan pada lokasi yang tidak semestinya, seperti lampu dengan ornamen yang luar biasa detil dan indah, tetapi ditempatkan pada sebuah stasiun yang super sibuk sehingga tidak bisa dinikmati oleh pengguna stasiun tersebut (http://www. veetra.com/index.php? option=com_content&task=view&id=50&Itemid=71& PHPSESSID=f906bd971).
Art Nouveau mempengaruhi lahirnya sekolah desain Bauhaus di Jerman pada tahun 1919. Sehingga tercapainya keserasian dan kesinambungan ke arah kemajuan dan modernisasi mebel. Di Indonesia pengaruh ini dapat dilihat pada perbedaan desain kursi ketua MPR dan wakil ketuanya. Dimana kursi ketua MPR didesain lebih berwibawa dibandingkan para wakil ketuanya. Begitu juga Presiden dan Wakil Presiden pun tidak boleh menyaingi kewibawaan kursi ketua MPR. Tetapi dalam kedudukannya harus didesain paling berwibawa diantara kursi-kursi lain dalam struktur pemerintahan.
Disamping itu Art Nouveau juga berpengaruh terhadap grafis, yaitu dapat dilihat pada logo perusahaan transportasi terbesar di Amerika pada tahun 1868. Yang tercermin dari bentuk logo Union Pacific yang berupa tameng dengan pola garis-garis dengan warna merah biru yang sangat khas Amerika. Pada proses evolusi desain logonya mengalami perubahan sebanyak 27 kali dan pada dasarnya, proses perubahan logo sebanyak itu dapat dibagi dalam beberapa fase perubahan, sesuai dengan keadaan zaman dan gaya desain yang dipergunakan.
Ciri-ciri desain Art Nouveau adalah merupakan perkembangan desain tradisional-modern, diantaranya merupakan pergantian mebel tradisional oleh mesin dan adanya motif tumbuh-tumbuhan sebagai aspek dekorasi atau hiasannya.

http://achmadyanu.com/?p=264

Semiotika, Sebuah Pengantar Singkat

Semiotika atau Semiologi berasal dari kata Yunani: semei atau tanda, yaitu ilmu tentang tanda. Cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segal sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengguna tanda (Arief Adityawan S., 1999: 79). Sedangkan dalam web http://id.wikipedia.org/wiki/Semiotika, dijelaskan Semiotik, Semiotika atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda” atau “sign” dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya. Secara umum, semiotik didefinisikan sebagai berikut. Semiotics is usually defined as a general philosophical theory dealing with the production of signs and symbols as part of code systems which are used to communicate information. Semiotics includes visual and verbal as well as tactile and olfactory signs (all signs or signals which are accessible to and can be perceived by all our senses) as they form code systems which systematically communicate information or massages in literary every field of human behaviour and enterprise. Artinya, semiotik biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory (semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki) ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia.
Selanjutnya dijelaskan, awal mulanya konsep semiotik diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure melalui dikotomi sistem tanda: signified dan signifier atau signifie dan significant yang bersifat atomistis. Konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang bersifat asosiasi atau in absentia antara “yang ditandai” (signified) dan “yang menandai” (signifier). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa. Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda; petanda atau yang dtandakan itu termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu faktor linguistik. “Penanda dan petanda merupakan kesatuan seperti dua sisi dari sehelai kertas,” kata Saussure. Louis Hjelmslev, seorang penganut Saussurean berpandangan bahwa sebuah tanda tidak hanya mengandung hubungan internal antara aspek material (penanda) dan konsep mental (petanda), namun juga mengandung hubungan antara dirinya dan sebuah sistem yang lebih luas di luar dirinya. Bagi Hjelmslev, sebuah tanda lebih merupakan self-reflective dalam artian bahwa sebuah penanda dan sebuah petanda masing-masing harus secara berturut-turut menjadi kemampuan dari ekspresi dan persepsi.
Louis Hjelmslev dikenal dengan teori metasemiotik (scientific semiotics). Sama halnya dengan Hjelmslev, Roland Barthes pun merupakan pengikut Saussurean yang berpandangan bahwa sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Semiotik atau dalam istilah Barthes semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa obyek-obyek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana obyek-obyek itu hendak dikomunikasikan, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Salah satu wilayah penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktivan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara lugas mengulas apa yang sering disebutnya sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam buku Mythologiesnya secara tegas ia bedakan dari denotative atau sistem pemaknaan tataran pertama.
Berbeda dengan para ahli yang sudah dikemukakan di atas, Charles Sanders Peirce, seorang filsuf berkebangsaan Amerika, mengembangkan filsafat pragmatisme melalui kajian semiotik. Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Peirce membuat klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda. Sedangkan legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda. Peirce membedakan tiga konsep dasar semiotik, yaitu:
  1. Sintaksis semiotik mempelajari hubungan antartanda. Hubungan ini tidak terbatas pada sistem yang sama. Contoh: teks dan gambar dalam wacana iklan merupakan dua sistem tanda yang berlainan, akan tetapi keduanya saling bekerja sama dalam membentuk keutuhan wacana iklan.
  2. Semantik semiotik mempelajari hubungan antara tanda, obyek, dan interpretannya. Ketiganya membentuk hubungan dalam melakukan proses semiotis. Konsep semiotik ini akan digunakan untuk melihat hubungan tanda-tanda dalam iklan (dalam hal ini tanda non-bahasa) yang mendukung keutuhan wacana.
  3. Pragmatik semiotik mempelajari hubungan antara tanda, pemakai tanda, dan pemakaian tanda.
http://achmadyanu.com/?p=259

Perubahan Sama Pentingnya dengan Penerapan Perubahan itu Sendiri

Tidak peduli betapa pentingnya perubahan dalam salah satu kebijakan sebuah perusahaan, bagaimana menerapkan proses baru sangat penting agar dapat diterima oleh karyawan. Sangat penting agar karyawan tidak merasa sesuatu yang sedang dilakukan kepada mereka bahwa mereka sama sekali tidak memiliki pilihan tentang menjalani sebuah perubahan. Bagaimana membuat pengumuman dan jadwal perubahan memiliki banyak hubungannya dengan bagaimana hal itu akan diterima dan dijalankan oleh karyawan. Perlu diketahui juga, bahwa orang-orang cenderung tidak nyaman dengan perubahan, bahkan ketika itu mungkin untuk keuntungan mereka sendiri. Perusahaan mungkin ingin menerapkan kebijakan baru dengan cara yang akan membuat perubahan semudah mungkin.
Membuat perubahan yang tidak diinginkan dapat mengakibatkan komitmen yang rendah di antara karyawan, penurunan produktivitas dan bahkan omset yang tidak perlu. Kunci utama adalah komunikasi dan waktu. Berkomunikasi dengan setiap karyawan yang terkena dampak sehingga mereka dapat memahami apa yang dilakukan, mengapa melakukannya, dan apa dampaknya pada diri mereka secara pribadi dan perusahaan secara keseluruhan.
Kemudian, ketika kebijakan baru diterapkan, memungkinkan cukup waktu bagi orang-orang untuk membiasakan diri pada apa pun yang akan berbeda Selama masa transisi, mendorong karyawan untuk memberikan umpan balik dan waspada terhadap tanda-tanda masalah seperti setiap pergeseran sikap, mungkin meningkat dalam ketidakhadiran atau sinyal lain bahwa karyawan tidak puas. Tentu saja akan lebih mudah untuk membuat keputusan sendiri dan mengumumkannya tanpa diskusi. Tetapi pendekatan yang lebih cenderung menghasilkan karyawan yang tidak puas dan merasa seperti bukan bagian dari tim. Masukan dari karyawan membantu menciptakan kuat, kebijakan yang lebih efektif.

http://achmadyanu.com/?p=248

Seni dan Desain pada Zaman Revolusi Industri

Menurut Hafiz Ahmad dalam artikelnya yang berjudul Multimedia, Virtual Reality Dan History Of Art (Resume Kuliah Digital Content Theory oleh Professor Han, Department of Computer Design, Woosong University) dalam web http://www.veetra. com/index.php?option=com_content&task=view&id=50&Itemid=71&PHPSESSID=f90 6bd971 dijelaskan, revolusi industri merupakan titik “keberangkatan” yang penting karena merombak pola pikir masyarakat pada masa itu, terutama tentang eksistensi seni dan kerajinan. Kemungkinan menghasilkan barang-barang “bercita rasa seni” dalam jumlah banyak karena diproduksi mesin, sehingga menimbulkan perdebatan-perdebatan, yaitu antara seni sebagai high art atau seni yang juga sebagai craft/kerajinan.
Dapat dikatakan bahwa saat revolusi industri melahirkan craft, ini merupakan satu hal yang sama sekali baru. Sebelum revolusi industri bisa dikatakan belum ada “ilmu” tentang desain, sehingga saat mulai membuat benda-benda craft, ide yang digunakan sebagai unsur visualisasi dan desainnya diambil dari mana-mana. Ide bisa datang dari seni era Yunani, Renaissance ataupun Baroque & Rococo, bahkan campuran dari semuanya. Dalam berkesenian juga menghendaki timbulnya kembali nilai-nilai kehidupan dalam peradaban klasik yang dirasakan lebih sesuai, yaitu kebebasan (Drs R. Soekmono, 1981: 111). Maka tidak heran jika produk-produk kerajinan menjadi banyak tetapi dengan kualitas yang rendah, bahkan tidak berkualitas sama sekali. Kondisi ini kemudian memicu gerakan yang menentang dalam bentuk Art and Craft Movement.
Pada masa ratu Victoria tahun 1851, timbul dua reaksi yaitu reaksi penolakan dan reaksi mendukung. Reaksi penolakan timbul karena ada yang beranggapan bahwa mesin menciptakan proses dehumanisasi. Sedangkan reaksi mendukung timbul karena ada yang beranggapan bahwa dengan hadirnya mesin sebagai alat produksi maka akan memudahkan pekerjaan manusia. Reaksi penolakan itu dalam seni dan kriya muncul dalam bentuk gerakan romantik. Romantisisme sangat mementingkan perasaan serta kemuliaan dari hak individu untuk mengungkapkan pemikiran.  Filsuf romantisisme yang terkenal adalah Hegel yang menganggap seni dapat sembuhkan keresahan manusia akibat tekanan alam atau lingkungan. Gerakan romantik yang paling menonjol dalam seni dan kriya adalah Art and Craft movement dan Art Nouveau (Arief Adityawan S., 1999: 11).
Dalam artikel yang berjudul Design Against Style: Melawan Penindasan Gaya dalam Desain Grafis oleh Ancala Suryaputra (http://www.komvis.com/artikel.html? kategori=artikel&id=136&start=50&PHPSESSID=52a006b68d225cb96c4d7f), mulai dari gerakan Seni dan Kerajinan (Arts & Crafts Movement) kemudian masa Art Nouveau hingga tiba di masa modern Art Deco, muncul media desain grafis yang paling besar peranannya dalam menampilkan gaya-gaya desain yaitu poster, baik yang bersifat komersil maupun propaganda sosial kebudayaan dan militer.
Hal tersebut bisa dilacak kembali melalui perkembangan desain grafis sejak Art Nouveau di Prancis yang kemudian berbarengan tersebar meluas di seluruh daratan Eropa. Penamaan gaya yang berbeda-beda seperti Jugendstil (Jerman/Skandinavia), Secession (Swiss/Austria), Glasgow (Inggris), dan Stile Liberty (Italia), namun tetap dalam satu nafas yang sama yaitu identifikasi visual berupa bentuk-bentuk organis, garis tumbuhan, dan garis liuk yang feminim. Pelbagai aliran seni rupa turut pula memperkaya gaya art nouveau ini, diantaranya seperti impresionisme dan simbolisme. Desain grafis Eropa masa ini mampu membawa gerakan atau penciptaan gaya baru yang merupakan adaptasinya terhadap persinggungan dengan budaya asing. Mereka mampu menerjemahkan warna lokal dari kultur di luar dunianya untuk dipahami dalam warna lokal kulturnya sendiri, sehingga dikatakan Art Nouveau menjadi seni komersil pertama yang secara konsisten dipakai untuk mempertinggi keindahan.
Perang Dunia I menjadi salah satu ajang pembuktian keterlibatan desain grafis, seperti yang bisa kita saksikan dalam poster-poster propaganda, tanda dan simbol dalam identitas militer. Kemajuan dari revolusi industri yang kemudian menggiring pada hiruk-pikuk suasana perang dunia pertama itu, telah mengilhami gerakan manifesto kaum futuris (yang berorientasi pada masa depan) dan dadais (yang berorientasi pada kritik sosial saat itu). Bersamaan dengan berbagai permasalahan sosial yang tumbuh pada masa-masa kisruh itu, muncullah aliran kubisme, konstruktivisme, de stijl, fauvis dan ekspresionis yang mempengaruhi karakteristik pengembangan desain grafis selanjutnya, yang dipanggil sebagai gaya desain Art Deco. Bahkan seni Ziggurat Mesir dan Indian Aztec turut meramaikan gaya desain ini pula. Di Amerika yang belakangan mulai menunjukkan keadikuasaannya memberi label tersendiri pada gaya ini yaitu Streamline.
Tak lama berselang, berdirilah sekolah Bauhaus yang dengan upayanya memadukan seni dan teknologi, menambah kemajuan pertumbuhan berbagai gaya-gaya desain grafis, yang merupakan sintesis dari seni, desain dan teknologi. Pemahaman modernitas yang berupaya mengejar hal-hal baru dan gaya desain modern yang universal makin merebak.
Dalam abad ke-18 adanya tuntutan terhadap kebebasan individu, kemudian muncullah apa yang disebut individualisme. Dalam individualisme yang menjadi pokok permasalahan adalah “ratio”, yaitu kecerdasan otak atau akal (Rationalisme). Dari rationalisme akhirnya berkembang berbagai gaya seni dan desain, berkembang juga bidang-bidang lain seperti penyelidikan, ilmu falaq dan lain-lain. Dari rationalisme itu menimbulkan pandangan-pandangan baru yang terutama menghendaki perbaikan nasib manusia yang disebut dengan istilah Aufklarung (Drs R. Soekmono, 1981: 111).

http://achmadyanu.com/?p=262